Thursday, November 12, 2015

FIQIH MUAMALAH : RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI

Rukun-rukun dan Syarat-syarat Jual Beli


Rukun jual beli

  • Akad
  • Penjual dan pembeli
  • Ma’kud alaih(objek akad)
  • Jangan ada yang memisahkan, jangan pembeli diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
  • Jangan diselangi kata-kata lain antara ijab dan kabul.
  • Beragama islam.
  • Suci, maka tidak sah penjualan benda-benda najis, kecuali anjing untuk berburu.
  • Memberi manfaat menurut syara’.
  • Jangan dikaitkan atau digantungkan dengan hal-hal lain, misal : jika ayahku pergi kujual motor ini kepadamu.
  • Tidak dibatasi waktunya.
  • Dapat diserahkan dengan cepat ataupun lambat.
  • Milik sendiri.
  • Diketahui barang yang diperjual belikan tersebut baik berat, jumlah, takaran dan lain-lainnya.
  • Ikatan kata antara penjual dan pembeli, ikatan ini bias diucapkan secara langsung atau kalau tidak mampu(bisu)bias dengan surat-menyurat
  • Benda-benda yang diperjual belikan


Syarat sah jual beli


1. Syarat benda yang menjadi objek akad :
Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus direalisasikan beberapa syaratnya terlebih dahulu. Ada yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan ada kaitan dengan objek yang diperjual-belikan.
  • Pertama: Yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi dalam melakukan aktivitas itu, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Tidak sah transaksi yang dilakukan anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
  • Kedua: Yang berkaitan dengan objek jual belinya, yakni sebagai berikut:
    • Objek jual beli tersebut harus suci, bermanfaat, bisa dise-rahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
    • Tidak sah menjualbelikan barang najis atau barang haram seperti darah, bangkai dan daging babi. Karena benda-benda tersebut menurut syariat tidak dapat digunakan. Di antara bangkai tidak ada yang dikecualikan selain ikan dan belalang. Dari jenis darah juga tidak ada yang dikecualikan selain hati (lever) dan limpa, karena ada dalil yang mengindikasikan demikian.
    • Juga tidak sah menjual barang yang belum menjadi hak milik, karena ada dalil yang menunjukkan larangan terhadap itu. Tidak ada pengecualian, melainkan dalam jual beli as-Salam. Yakni sejenis jual beli dengan menjual barang yang digambarkan kriterianya secara jelas dalam kepemilikan, dibayar dimuka, yakni dibayar terlebih dahulu tetapi barang diserahterimakan belakangan. Karena ada dalil yang menjelaskan disyariatkannya jual beli ini.
    • Tidak sah juga menjual barang yang tidak ada atau yang berada di luar kemampuan penjual untuk menyerahkannya seperti menjual Malaqih, Madhamin atau menjual ikan yang masih dalam air, burung yang masih terbang di udara dan sejenisnya. Malaqih adalah anak yang masih dalam tulang sulbi pejantan. Sementara madhamin adalah anak yang masih dalam tulang dada hewan be-tina.
    • Adapun jual beli fudhuliy yakni orang yang bukan pemilik barang juga bukan orang yang diberi kuasa, menjual barang milik orang lain, padahal tidak ada pemberian surat kuasa dari pemilik barang. Ada perbedaan pendapat tentang jual beli jenis ini. Namun yang benar adalah tergantung izin dari pemilik barang.

2. Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terkena faktor “ketidaktahuan” yang bisa termasuk “menjual kucing dalam karung”, karena itu dilarang.

3. Tidak memberikan batasan waktu. Tidak sah menjual barang untuk jangka masa tertentu yang diketahui atau tidak diketahui. Seperti orang yang menjual rumahnya kepada orang lain dengan syarat apabila sudah dibayar, maka jual beli itu dibatalkan. Itu disebut dengan “jual beli pelunasan”.

Monday, November 9, 2015

DAFTAR REFERENSI / RUJUKAN FIQIH MUAMALAH JUAL BELI

Daftar Referensi/Rujukan :

  1. al-’Uqud al-Maaliyah al-Murakkabah –dirasah Fiqhiyah Ta’shiliyah wa Tathbiqiyah-, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdullah al-’Imraani, cetakan pertama tahun 1427 H, Kunuz Isybiliya`
  2. Fiqhu an-Nawaazil –Qadhaya Fiqhiyah al-Mu’asharah-, DR. Bakr bin ABdillah abu Zaid, cetakan pertama tahun 1416 H, Muassasah ar-Risalah.
  3.  al-Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at -Tathbiiq, Prof. DR. Abdullah Ath-Thoyaar, cetakan kedua tahun 1414 H , Dar al-Wathon.
  4.  Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Muhammad Syafi’I Antonio, cetakan kesembilan tahun 2005 M, Gema Insani Press.
  5. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, edisi revisi tahun 2006 M, cetakan ketiga tahun 1427 H.
  6.  al-Fiqhu al-Muyassar-Qismu al-Mu’amalaat- Prof. DR. Abdullah Ath-Thoyaar, prof. DR. Abdulah bin Muhammad al-Muthliq dan DR. Muhammad bin Ibrohim Al Musa, cetakan pertama tahun 1425 H , Dar al-Wathon.
  7.  Al-Qur’an dan terjemahnya Khadim Haramain asy Syarifain, Mamlakah Arabiah Asuudiyah
  8.  Dr. Habib Nazir, Muhammad Hasanuddin, S.Ag. Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syari’ah, Kaki langit, Bandung 2004.
  9. Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta 2005
  10. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khattab ra, Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1999.
  11. Syafi’i Antonio Muhammad, Bank Syari’ah dari teori ke Praktik Gema Insani, Jakarta, 2001.
  12. Az-Zuhayli, Wahbah. 1996. Fiqh al-islami Wa adillatuhu. Dar al-fikr: damsyiq.
  13. Al-Kasani, Abu Bakar. 1989. Bada’ic al-Sana’ic. Maktabah al-habibah: pakistan.
  14. As-Syarbini, Khatib. 1989. Mughni Muhtaj. dar al-ulum: damsyiq. jilid 2.
  15. Sayyid Sabiq. Fiqh As-Sunnah. 1992.Dar Maktabah al-qahirah: Kaherah. jilid 2
  16. As-suyuti, Abdul Rahman Abu Bakar. 1982. ashbah wan naza’ir. mawqic ummu al- kitab: makkah.
  17. Al-Zactari, cAla’ al-din. 2007. Fiqh Al-Mucamalat Al-Maliyyah Al-Muqarani Siyaghah Jadidah wa Amsilatun Mucasirah. Dar al-ulama: damsyiq.
  18. Gerald Klien. 1995. Dictionary of Bankin., International Law Book: Kuala Lumpur,
  19. Muhammad Hisyam Mohamad. 26 Jun 2007. Perspektif Ikim: Konsep istisna’ dalam pembelian rumah. Pusat Ekonomi dan Kajian Sosial, Institut Kefahaman Islam Malaysia.
  20. Rosli Mahmood. 1998. Perbankan dan Pemberian Pinjaman, Utusan Publication & Distribution Sdn. Bhd: Kuala Lumpur.
  21. http://www.zaharuddin.net/
  22. http://www.bankislam.com.my
  23. http://mahir-al-hujjah.blogspot.com/2008/08/fiqh-muamalat-konsep-jual-beli-istisna.html
  24. http://www.almanhaj.or.id/content/2591/slash/0
  25. http://www.scribd.com/Jual-Beli-Dalam-Islam/d/8587207

FIQIH MUAMALAH : MACAM-MACAM JUAL BELI

Macam-macam Pembagian Jual Beli


Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi empat macam :
  1. Jual beli salam (pesanan), yaitu jual beli dengan acara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan.
  2. Jual beli muqayadhah (barter), yaitu jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.
  3. Jual beli muthlaq, yaitu jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang.
  4. Jual beli alat penukar dengan alat penukar, yaitu jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnya, seperti uang perak dengan uang emas.
Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi empat bagian:
  1. Jual beli yang menguntungkan (al murabahah).
  2. Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya (at  tauliyah).
  3. Jual beli rugi (al khasarah)
  4. Jual beli al musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridai. Jual beli seperti inilah yang berkembang sekarang.
Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga
  1. Jual beli Bargainal (Tawar-menawar). Yakni jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang dijualnya.
  2. Jual beli amanah. Yakni jual beli di mana penjual mem-beritahukan harga modal jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi lain menjadi tiga jenis lain :
    1. Jual beli murabahah. Yakni jual beli dengan modal dan ke-untungan yang diketahui.
    2. Jual beli wadhi”ah. yakni jual dengan harga di bawah modal dan jumlah kerugian yang diketahui.
    3. Jual beli tauliyah. Yakni jual beli dengan menjual barang dalam harga modal, tanpa keuntungan dan kerugian.
Sebagian ahli fiqih menambahkan lagi jenis jual beli yaitu jual beli isyrak dan mustarsal. Isyrak adalah menjual sebagian barang dengan sebagian uang bayaran. Sedang jual beli mustarsal adalah jual beli dengan harga pasar. Mustarsil adalah orang lugu yang tidak mengerti harga dan tawar menawar.
  1. Jual beli muzayadah (lelang). Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah jumlah pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga tertinggi dari para pembeli tersebut.
  2. Kebalikannya disebut dengan jual beli munaqadhah (obral). Yakni si pembeli menawarkan diri untuk membeli barang dengan kriteria tertentu, lalu para penjual berlomba menawarkan dagang-annya, kemudian si pembeli akan membeli dengan harga ter-murah yang mereka tawarkan.
Pembagian Jual Beli Dilihat dari Cara Pembayaran
Ditinjau dari sisi ini, jual beli terbagi menjadi empat bagian:
  1. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung.
  2. Jual beli dengan pembayaran tertunda.
  3. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
  4. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
Komunitas Perbankan Syariah
Berdasarkan barang yang dipertukarkan, jual beli terbagi empat macam;

  1. Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.
  2. Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli dimana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilakukan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.
  3. Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer).
  4. Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek. Al Salam yakni jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu:
    1. Nasabah mengajukan pembiyaan kepada Bank
    2. Bank memesan barang kepada nasabah
    3. Bank membayar barang yang dipesan kepada nasabah
    4. Dalam waktu yang disepakati nasabah menyerahkan barang yang dipesan kepada bank
    5. Bank menjual barang yang dipesan kepada pembeli lain.
Dalam praktik perbankan yang dapat dan lazim juga dilakukan dengan melibatkan produsen sebagai pihak peneydia barang. teknisnya adalah sebagai berikut:
a.       barang diserahkan secara tangguh dan pmbayaran dilakukan secara tunai.
b.      Setelah barang diserahkan kepada bank oleh produsen, sesegera mungkin ban menjualnya kepada nasabah secara tunia atau secara angsuran.
c.       harga jual kepada nasabah adalah harga beli dari produsen ditambah keutungan yang telah disepakati.

Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam ;
Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. Al-Murabahah yaitu jual beli barang pada harg asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah.
Teknis Perbankan
  1. Bank bertindak sebagai penjual; dalam pada itu nasabah adalah sebagai pembeli.
  2. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/toko) ditambah margin keuntungan (mark up). Kedu apihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
  3. Harga jual yang dicantumkan dalam akad tidak dapt diubah selama berlaku akad.
  4. Pembayaran dapat dilakukan dengan tangguh dan dapat dilakukan dengan angsuran (bai' bi atsaman al ajil).
Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.

Bai' al istishna', yaitu kontrak jual-beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.
Jual beli ditinjau dari segi hukumnya dibagi menjadi dua macam yaitu :
  1. Jual beli yang syah menurut hukum dan batal menurut hukum
  2. Dari segi obyek jual beli dan segi pelaku jual beli
Ditinjau dari segi benda yang yang dijadikan obyek jual beli dapat dikemukakan pendapat imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagai menjadi tiga bentuk :
  1. jual beli benda yang kelihatan
maksudnya adalah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli, seperti membeli beras dipasar  dan boleh dilakukan.
  1. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji
Sama dengan jual beli salam (pesanan), ataupun yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyarahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu.
Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya ialah :
1.      Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur.
2.      Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bias mempertinggi dan memperendah harga barang itu.
3.      Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapat dipasar.
4.      Harga hendakya dipegang ditempat akad berlangsug.
Jual Beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah :
  1. Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar.
  2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan, jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah SAW bersabda  yang artinya: Dari Ibn Umar ra berkata : Rasulullah SAW telah melarang menjual mani binatang. (HR. Bukhari)
  3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
  4. Jual beli dengan mukhadharah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
  5. Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar.
  6. Jual beli gharar yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan adanya penipuan, contoh : penjualan ikan yang masih dikolam.
  7. Larangan menjual makanan sehingga dua kali ditakar, hal ini menunjukkan kurang saling mempercayainya antara penjual dan pembeli.
daftar pustaka :

Sunday, November 8, 2015

FIQIH MUAMALAH : PENGERTIAN & DASAR HUKUM BAI' (JUAL BELI)

Jual Beli (Bai’) disebut juga dengan kata asy sira’, al mubadalah, dan at tijarah. Menurut etimologi, jual beli diartikan sebagai ”Pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
Adapun menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendifinisikannya.

  1. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan harta beradasarkan cara khusus (yang dibolehkan).
  2. Menurut Imam Nawawi dalam al majmu’, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.
  3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al Mughni, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.
  • Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan (idris ahmad, fiqih al-syafi’iyah : 5)
  • Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik  dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
  • Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta atas harta, maka terjadilah penukaran hak milik secara tetap.(Hasbi Ash-Shiddiqi, peng.Fiqh muamalah :97)

Jual beli juga bisa diartikan suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang. Secara etimologis,jual beli juga berarti berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai’,al-tijarah, dan al-mubadala.
Menurut istilah terminology yang dimaksud jual beli adalah :
Dari beberapa definisi tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan, maka akan terjadilah penukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara’.Yang dimaksud sesuai dengan ketetapan hukum adalah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dalam jual beli, maka jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan ketentun syara’. Yang dimaksud benda dapat mencakup pengertan barang dan uang dan sifatnya adalah bernilai. Adapun benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya adalah haram diperjual belikan.
Ada pula yang mengartikan bahwa Jual beli secara etimologis artinya: Menukar harta dengan harta. sedangkan secara terminologis artinya: Transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian “fasilitas” dan “kenikmatan”, agar tidak termasuk di dalamnya penyewaan dan menikah.
Di dalam kata Jual beli adalah dua kata yang saling berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi disebut sebagai pembeli dan penjual. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dua orang yang berjual beli memiliki hak untuk menentukan pilihan, sebelum mereka berpindah dari lokasi jual beli.” Akan tetapi bila disebutkan secara umum, yang terbetik dalam hak adalah bahwa kata penjual diperuntukkan kepada orang yang mengeluarkan barang dagangan. Sementara pembeli adalah orang yang mengeluarkan bayaran. Penjual adalah yang mengeluarkan barang miliknya. Sementara pembeli adalah orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan kompensasi pembayaran.


Dasar Hukum Jual Beli


Landasan Syar’i
Jual beli disyariatkan berdasarkan al Qur’an, as sunnah, dan ijma’ ulama’.
a. Landasan Al Qur’an
  • Al Baqarah ayat 275
”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
  • Al Baqarah ayat 282
”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli...”.
  • An Nisa’ ayat 29
”...kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka”.
b. Landasan as sunnah
  • Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, ”Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur,” (HR. Bazzar, Hakim menshahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’).
  • Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain.
c. Landasan ijma’ ulama
Ulama’ telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

daftar pustaka : 

Saturday, November 7, 2015

PERBANDINGAN EKONOMI SOSIALIS, KAPITALIS DAN SYARIAH

Perbandingan Ekonomi Sosialis, Kapitalis, dan Syariah


Ekonomi Sosialis


Istilah sosialisme atau sosialis dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis, istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopédie Nouvelle. Penggunaan istilah sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite.

Sosialisme sebagai sistem ekonomi

Sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Karl Marx tentang penghapusan kepimilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak, seperti air, listrik, bahan pangan, dan sebagainya. 
Sistem Ekonomi Sosialis mempunyai kelemahan sebagai berikut :
1) Sulit melakukan transaksi
Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak dua kali. Jual beli sangat terbatas, demikian pula masalah harga juga ditentukan oleh pemerintah, oleh karena itu stabilitas perekonomian Negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan oleh Negara, bukan ditentukan oleh mekanisme pasar.
2) Membatasi kebebasan
Sistem tersebut menolak sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, kewibawaan individu yang menghambatnya dalam memperoleh kebebasan berfikir serta bertindak, ini menunjukkan secara tidak langsung sistem ini terikat kepada system ekonomi diktator. Buruh dijadikan budak masyarakat yang memaksanya bekerja seperti mesin.
3) Mengabaikan pendidikan moral
Dalam sistem ini semua kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara pendidikan moral individu diabaikan. Dengan demikian, apabila pencapaian kepuasan kebendaan menjadi tujuan utama dan nlai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.

Ciri-ciri Sistem Ekonomi Sosialis

Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).
- Masyarakat dianggap sebagai satu-satunya kenyataan sosial, sedang individu-individu fiksi belaka.
- Tidak ada pengakuan atas hak-hak pribadi (individu) dalam sistem sosialis.
Peran pemerintah sangat kuat
- Pemerintah bertindak aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga tahap pengawasan.
- Alat-alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi semuanya diatur oleh negara.
Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi
- Pola produksi (aset dikuasai masyarakat) melahirkan kesadaran kolektivisme (masyarakat sosialis)
- Pola produksi (aset dikuasai individu) melahirkan kesadaran individualisme (masyarakat kapitalis).

Kelemahan-kelemahan sistem ekonomi Sosialis

Teori pertentangan kelas tidak berlaku umum
Tidak banyak kasus, hanya terjadi pada saat revolusi industri (abad pertengahan) dan revolusi Bolsevik tahun 1917). Di India banyak kasta, tapi tidak pernah terjadi revolusi sosial.
Tidak ada kebebasan memilih pekerjaan
Maka kreativitas masyarakat tehambat, produktivitas menurun, produksi dan perekonomian akan berhenti.
Tidak ada insentive untuk kerja keras
Maka tidak ada dorongan untuk bekerja lebih baik, prestasi dan produksi menurun, ekonomi mundur.
Tidak menjelaskan bagaimana mekanisme ekonomi
Karl Marx hanya mengkritik keburukan kapitalisme, tapi tidak menjelaskann mekanisme yang mengalokasikan sumber daya di bawah sosialisme.

Ekonomi Kapitalis


Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Kapitalisme memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal kapitalisme. Saat ini, kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai suatu pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan kapitalisme dengan sosialisme tanpa adanya pengubahan menjadikan kapitalisme lebih lunak daripada dua atau tiga abad yang lalu.

Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis

Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi.
Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu. Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
Pasar berfungsi memberikan “signal” kepda produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba.
Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann (keuntungan) sendiri.
Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme).

Kebaikan-kebaikan sistem ekonomi Kapitalis

Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.

Kelemahan-kelemahan Sistem Ekonomi Kapitalis

Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).

Ekonomi Syariah


Ekonomi Syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.

Ciri khas ekonomi syariah

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsenkonsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1.    Kesatuan (unity)
2.    Keseimbangan (equilibrium)
3.    Kebebasan (free will)
4.    Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifahTuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhi. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda dan umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.

Tujuan Ekonomi Syariah

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.

Sosialis, Kapitalis, dan Syariah


Berdasarkan teori yang diungkapkan di atas menyangkut sistem ekonomi yang telah ada, maka terdapat tiga sistem ekonomi yang utama saat ini. Ketiga sistem tersebut digunakan oleh negara-negara di muka bumi ini. Tiga sistem ekonomi utama tersebut adalah sistem ekonomi sosialis, sistem ekonomi kapitalis, dan sistem ekonomi syariah. Ketiga sistem ekonomi tersebut mempunyai paradigma, dasar dan fisolofi yang berbeda, dan masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya.
Di antara perbedaan yang mendasar menyangkut paradigma, dasar dan filosofi ke tiga sistem ekonomi tersebut. Dalam ekonomi sosialis, paradigma yang digunakan adalah Marxis yang tidak mengakui pemilikan secara individual. Semua kegiatan, baik produksi maupun yang lainnya ditentukan oleh negara dan didistribusikan secara merata menurut kepentingan negara. Dasar yang digunakan dalam ekonomi sosialis yaitu bahwa, pemilikan faktor produksi pribadi tidak diakui. Sedangkan filosofinya semua anggota masyarakat merupakan satu kesatuan yang mempunyai kesamaan hak, kesamaan tanggung jawab dan kesamaan lainnya, maka semua orang harus sama tidak boleh ada perbedaan.
Sedangkan sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi memiliki paradigma bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh mekanisme pasar. Dasar pemikiran yang digunakan bahwa semua orang merupakan makhluk ekonomi yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak terbatas dan terus menerus dilakukan sesuai kemampuannya. Maka lahirlah filosofi individualisme, sehingga beranggapan bahwa semua orang berhak untuk memenuhi kebutuhannya sebanyak- banyaknya dan berhak atas kekayaan yang dimilikinya secara penuh. Faktor-faktor produksi dapat dikuasai secara individu dan digunakan oleh yang bersangkutan sesuai dengan keinginannya tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Oleh karena kedua sistem tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan, maka yang terbaik bagi umat adalah memadukan kekuatan masing-masing. Solusi yang tepat adalah dengan menggunakan sistem ekonomi syariah, yang juga memiliki paradigma, dasar dan filosofi yang jelas.
Sistem ekonomi syariah memiliki paradigma syariah, yang berarti tidak lagi berorientasi kepada Marxis dan pasar, melainkan berorientasi syari’ah (hukum) yang bersumber dari Al Quran dan Hadits. Kemudian dilihat dari dasar dan filosofinya, tidak lagi sekedar memperbincangkan antara kebersamaan dan individu, melainkan bersifat menyeluruh, bahkan berorientasi kepentingan dunia dan akhirat, karena filosofi TAUHID akan menaungi seluruh aktivitas hidup, bukan hanya sebatas ektivitas ekonomi melainkan akan terintegrasi kepada semua aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya, politik, hukum, ilmu pengetahuan, teknologi, bahkan tataran spiritual sekalipun.


Sumber : https://id.wikipedia.org/